Subject: IN/BUKU: JWP - Kemal Idris Luncurkan Memoar
INDONESIA-P
Date: Sun, 14 Jul 1996 12:37:56 -0400 (EDT)
X-within-URL: http://www.jawapos.co.id/jpdocs/indones/jawapos/news/sunday/headline/depan-3.htm
Kemal Idris Luncurkan Memoar
Mengaku Baca Sendiri Teks Supersemar
_________________________________________________________________
Jakarta, JP.-
Letjen TNI (Pur) Achmad Kemal Idris kemarin meluncurkan memoar
mengenai hidup dan perjuangannya sejak revolusi hingga kini. Kemal
dikenal sebagai salah satu di antara tiga serangkai motor Orde Baru
bersama H.R. Dharsono dan Sarwo Edhie Wibowo. Keduanya sudah almarhum.
Judul memoar itu adalah Bertarung dalam Revolusi. Ini sebuah buku yang
merekam sejarah panjang seorang jenderal yang belakangan populer
dengan julukan ''Jenderal Sampah''. Buku tersebut dipersembahkan
sebagai syukur atas HUT ke-50 perkawinannya dengan sang istri,
Herwinur Bandiani Singgih Kemal, yang jatuh pada 13 Juli, kemarin.
''Sedari kecil, saya dididik oleh ibu saya, Siti Maimunah, dan ayah
saya, Muhammad Idris, untuk bersikap jujur dan pantang berputus asa.
Dengan prinsip seperti itulah, saya menulis buku ini. Agar segalanya
tampil lebih lugas dan transparan,'' katanya kepada wartawan di
kantornya di kawasan Mampang Prapatan, Jakarta Selatan.
Di waktu Bung Karno sibuk dengan urusan politik dan mengabaikan
ekonomi, Kemal mengarahkan meriam ke Istana Negara. Kemal pula
--bersama Zulkifli Lubis dan Simbolon-- yang pernah terang-terangan
bersikap anti-Nasution.
Selain itu, Kemal dikenal suka memberikan pernyataan- pernyataan
keras, tanpa tedheng aling-aling. Dalam memoar setebal 300 halaman
ini, sosok Kemal yang blak-blakan tampak lebih transparan. ''Saya
ingin bicara jujur, terbuka, dan apa adanya. Itu pun sudah dipotong
sana sini oleh sahabat saya Rosihan Anwar,'' katanya, tertawa.
Tokoh pers nasional Rosihan Anwar bersama Ramadhan K.H., Ray Rizal,
dan Din Madjid dipercaya Kemal menjadi penyusun buku bersampul hijau
terbitan Pustaka Sinar Harapan itu. Saat acara diskusi di kantornya,
mantan Dubes Australia Sabam Siagian bertindak selaku moderatornya.
Yang paling menarik adalah kesaksian Kemal pada buku tersebut mengenai
Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar). Selama ini tonggak sejarah
berdirinya Orde Baru itu selalu saja menjadi isu kontroversial. Kemal
adalah salah satu saksi mata sejarah yang menyatakan dengan tegas
bahwa surat itu benar-benar ada. Sebab, dia sendiri sempat membaca
surat itu.
Dalam memoarnya pada hal 187-188, dia menulis lengkap kejadian
bersejarah pada 11 Maret 1966 itu : ''.... Pada pukul 23.00 malam
ketiga Jenderal (Basuki Rachmat, M. Yusuf, dan Amir Machmud, Red) itu
kembali ke Kostrad dengan membawa surat dari Bung Karno, yang isinya
melimpahkan kekuasaan kepada Pak Harto. Saya sempat membaca surat itu,
yang memberikan kekuasaan kepada Pak Harto untuk bertindak mengamankan
situasi. Setelah tugas dilaksanakan, kekuasaan dikembalikan kepada
Bung Karno sebagai Presiden RI. Surat itu dikenal dengan nama
Supersemar (Surat Perintah 11 Maret)....''.
SILIWANGI
Kemal yang dilahirkan pada 10 Februari 1923 adalah tentara yang
dibesarkan oleh satuan militer Jawa Barat, Siliwangi. Dia pulalah yang
mengajak mantan opsir Belanda H.J.C. Princen untuk bergabung ke pihak
pejuang Indonesia. ''Hingga kini, saya dan Princen masih bersahabat,
sering saling memberikan kabar berita,'' akunya terus terang.
Walaupun Kemal pernah menjadi diplomat dan pengusaha, tak dapat
disangkal titik berat perjalanan hidupnya di bidang militer. Kariernya
bermula dari pemuda Seinendan pada zaman Jepang dan berakhir sebagai
jenderal TNI Angkatan Darat. Rosihan Anwar, salah satu penyusun buku
itu, menyatakan bahwa memoar itu diceritakan secara polos, sederhana,
tidak ditambah-tambah atau dilebih-lebihkan, segala-galanya menurut
apa adanya.
Sepanjang karier militernya, posisinya yang paling penting adalah
ketika pada 1967 dipercaya menjadi Pangkostrad. Di situlah dia
berperan besar dalam mendukung gerakan mahasiswa yang menentang Orde
Lama. Kemal juga sering diminta untuk berbicara di depan pertemuan
mahasiswa.
''Barangkali karena sikap saya yang keras dan tak kenal kompromi,
akhirnya saya tak disukai oleh sesama pendukung Orde Baru. Ada yang
memasukkan laporan yang nggak bener kepada Pak Harto. Dan, akhirnya
saya harus rela untuk meninggalkan jabatan militer saya,'' ujarnya.
Karier terakhir Kemal di militer adalah panglima Komando Wilayah
Pertahanan (Pangkowilhan) dengan pangkat letnan jenderal. Sebelumnya,
dia menjabat panglima Komando Antardaerah untuk Kawasan Indonesia
Timur. Ia cukup populer di kalangan masyarakat di sana. Dan,
tampaknya, kepopuleran Kemal itu mencemaskan beberapa pejabat.
Pada September 1972, dia ditunjuk menjadi duta besar di Yugoslavia
merangkap Yunani. Kemal adalah Dubes pertama di negara tersebut pada
era Orde Baru. Pulang bertugas, keadaan sudah berubah dan dia tak lagi
terpakai di pemerintahan. Tetapi, Kemal bukannya diam. Karena prihatin
melihat kota Jakarta dipenuhi sampah, ia mendirikan PT Sarana
Organtama Resik (SOR), yang mempekerjakan 700 karyawan dalam bidang
kebersihan kota. ''Saya berutang budi pada masyarakat Jakarta yang
terlibat dalam perang kemerdekaan,'' ujar Kemal dengan pandangan
menerawang.
Aktivitas Kemal dalam upaya kebersihan kota menimbulkan berbagai
interpretasi. ''Jenderal kok ngurusi sampah'', begitu celetukan mereka
yang keheranan menyaksikan pilihan Kemal. Karena itulah, dia digelari
Jenderal Sampah, suatu julukan berkelakar yang diterimanya dengan
lapang dada.
Hebatnya, dia mendirikan usahanya dengan melangkah mulai dari bawah.
Tanpa fasilitas sama sekali sebagai seorang pensiunan jenderal. Dialah
mungkin satu-satunya jenderal yang pernah merasakan pahitnya berurusan
dengan belantara birokrasi. Dan, menolak untuk duduk secara cuma-cuma
dalam jabatan BUMN maupun ketika dicalonkan sebagai calon anggota
MPR/DPR.
Di kalangan perhotelan dan pariwisata, nama Kemal Idris dikenal luas.
Ia pernah memimpin PT Griyawisata Hotel Corporation yang bergerak
dalam bidang perhotelan. Meski begitu, dia menolak menjadi ketua PHRI
meski Munas PHRI menunjuknya secara bulat. ''Saya tak berbakat,''
katanya singkat. Ucapan yang sama terlontar ketika dia menolak tawaran
duduk menjadi komisaris BUMN dan anggota MPR/DPR. (is)
http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/1996/07/14/0029.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar